AQIDAH

Imam Duduk di Lantai, Makmum Masbuq Duduk Dimana?

iftirasy

Ketika Imam Duduk di Lantai

Segala puji hanya untuk Allah, Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah bagi Muhammad Rasulillah, para sahabat dan pengikutnya.

Dalam shalat Maghrib atau Isya misalnya, biasanya imam duduk tahiyyat akhir di atas lantai (duduk ini disebut dengan tawarruk). Maka, sebagian makmum yang datang terlambat (masbuq) pun bertanya-tanya, sebenarnya saya duduk di atas lantai (tawarruk) juga ataukah di atas kaki kiri (duduk ini disebut dengan iftirasy)? Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ ، وَأْتُوهَا تَمْشُونَ عَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا ، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Jika shalat telah didirikan (terdengar iqamat), maka janganlah mendatanginya dengan berlari (tergesa-gesa). Dan datangilah shalat itu dengan berjalan tenang. Apa yang kamu dapati dari imam, maka shalatlah (kerjakanlah sepertinya), dan apa yang terlewatkan darimu maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 908 dan Muslim no. 151)

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan “فَأَتِمُّوا” (…maka sempurnakanlah!). Penggalan “sempurnakanlah” ini bermakna bahwa rakaat yang pertama kali dikerjakan makmum dihitung sesuai kondisi dirinya (yaitu rakaat pertama), dan bukan sesuai kondisi imam (rakaat kedua, tiga atau empat). Konsekuensinya, makmum masbuq bertakbir, membaca sesuatu dan juga duduk (tawarruk ataukah iftirasy) sesuai dengan hitungannya. Hasilnya, ketika imam duduk tawarruk di rakaat ketiga shalat Maghrib atau keempat shalat Isya, maka makmum duduk iftirasy.

Makmum duduk iftirasy ini adalah pendapat ulama madzhab Syafi’i, seperti An-Nawawi rahimahullah (Al-Majmu’ 3/451). Ini juga pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam Fatawa Nur ‘Ala Ad-Darb dan Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah.

Perlu diketahui bahwa terdapat pula riwayat lain yang berbunyi:

إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوا

Jika kalian mendatangi shalat, maka janganlah mendatanginya dengan berlari (tergesa-gesa). Datangilah shalat itu dengan berjalan tenang. Apa yang kamu dapati dari imam, maka shalatlah (kerjakanlah sepertinya), dan apa yang terlewatkan darimu maka tunaikanlah.” (HR. An-Nasai no. 860, Ahmad no. 7452, Ibnu Hibban no. 518)

Dalam riwayat kedua ini, Rasulullah r mengatakan “فَاقْضُوا” (…maka tunaikanlah!). Penggalan “tunaikanlah” ini bermakna bahwa rakaat yang pertama kali dikerjakan makmum dihitung sesuai kondisi imam (yaitu rakaat ketiga atau keempat), dan bukan sesuai kondisi makmum tersebut (rakaat pertama). Konsekuensinya, makmum masbuq bertakbir, membaca sesuatu dan juga duduk (tawarruk ataukah iftirasy) sesuai dengan hitungan imam. Hasilnya, ketika imam duduk tawarruk di rakaat ketiga shalat Maghrib atau keempat shalat Isya, maka makmum duduk tawarruk.

Makmum duduk tawarruk ini adalah pendapat dalam madzhab Hambali, seperti Al-Mawardi Q (Al-Inshaf 3/202). Lihat juga referensi madzhab Hambali lainnya seperti Al-Iqna’ 1/161, Kasysyaf Al-Qina’ 3/383, Syarh Muntaha Al-Iradat 2/128, Mathalib Ulin Nuha fi Syarh Ghayat Al-Muntaha 3/318.

Lalu, manakah posisi yang harus diikuti oleh makmum masbuq?

Kedua riwayat tersebut adalah shahih dan lafazh “tunaikanlah” dapat ditafsirkan dengan lafazh “sempurnakanlah”. Hal ini sebagaimana tafsir “menunaikan” terhadap makna “menyempunakan” dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوا اللهَ …

“Maka apabila kamu telah menunaikan shalat(mu), ingatlah Allah.” (QS. An-Nisaa: 103)

Karenanya, salah satu dari kedua posisi duduk tadi (iftirasy dan tawarruk) boleh diamalkan tanpa adanya pengingkaran terhadap orang yang menyelisihinya.

Akan tetapi, karena dalam kondisi nyata makmum harus memilih salah satunya, maka penulis lebih memilih untuk duduk iftirasy. Hal ini dikarenakan riwayat pertama (فَأَتِمُّوا) lebih banyak dalam sisi periwayatan daripada riwayat kedua (فَاقْضُوا) sebagaimana yang dikatakan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah[1].

Penjelasan seperti ini penulis dengar dari Syaikh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithy dalam kajian kitab ‘Umdatul Fiqh, bab Adab Berjalan Menuju Shalat (Masjid) di kota Riyadh, 7 Rabi’uts Tsani 1434 H.

Sebagai tambahan, perlu pembaca ketahui bahwa terdapat beberapa pendapat ulama mengenai duduk di dalam shalat:

  • Madzhab Hanafi: semua duduk di dalam shalat adalah iftirasy;
  • Madzhab Maliki: semua duduk di dalam shalat adalah tawarruk;
  • Madzhab Syafi’i: semua duduk di dalam shalat adalah iftirasy, kecuali duduk menjelang salam;
  • Madzhab Hambali: semua duduk di dalam shalat adalah iftirasy, kecuali duduk tasyahhud kedua.

Dari sini, bisa diketahui jawaban atas pertanyaan dalam tulisan ini, dalam madzhab Hanafi dan Maliki, wallahu a’lam.

Demikian apa yang dapat kami tuliskan. Semoga Allah menjadikan tulisan ini sebagai sarana dakwah yang ikhlas untuk agama-Nya dan menambah faedah ilmu bagi saudara-saudara kami yang membacanya.

[1] Majmu’ Fatawa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah jilid 25

Ditulis oleh ustadz Muflih Safitra bin Muhammad Saad Aly | Balikpapan

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI :
    BANK SYARIAH INDONESIA
    7086882242
    a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)

🔍 Hukum Mengucapkan Selamat Natal, Doa Dapat Merubah Takdir, Fidyah Untuk Orang Meninggal, Cara Mengkhitbah Seorang Wanita, Batas Sholat Ashar, Ciri Kematian

QRIS donasi Yufid